Doa Mohon Campur tangan Allah untuk terbebas dari pandemi Covid-19

Allah Bapa Pemelihara kehidupan, kami bersyukur atas penyertaan-Mu dalam hidup kami.

Lindungilah dan peliharalah kami agar segera terbebas dari wabah virus Corona.

Anugerahkanlah kesembuhan bagi semua yang terjangkit,

berilah istirahat yang kekal kepada mereka yang berpulang dalam damai-Mu.

Bantulah para tenaga medis (para dokter dan perawat), para tenaga non-medis, para relawan dan para saudara yang merawat pasien, serta para peneliti bidang kesehatan/vaksin, agar mereka tabah dan tegar dalam upaya mereka membantu sesama.

Jagalah mereka dan seluruh sanak keluarganya, agar tetap sehat dan aman sentausa.

Tuntunlah para pemimpin bangsa dan agama, agar mampu mengambil langkah-langkah yang bijaksana dan efektif dalam menangani wabah virus corona dan dampak-dampaknya.

Semoga mereka mampu melibatkan seluruh bangsa untuk bersatu padu meningkatkan kepedulian dan solidaritas, serta mengambil sikap yang tepat.

Ini semua kami mohon dengan pengantaraan Yesus Kristus, Tuhan kami, yang hidup dan mengasihi kami, kini dan selamanya. Amin.

Santa Maria, Bunda Penolong Abadi, doakanlah kami

Santo Yosep, Pelindung Gereja, doakanlah kami

Malaikat Agung Santo Mikael, Gabriel dan Rafael, doakanlah kami

Santo Sebastianus, doakanlah kami

Santo Rochus, doakanlah kami

Santo Carolus Borromeus, doakanlah kami

Santo Antonius Agung, doakanlah kami

Santo Quirinus, doakanlah kami

Santo Edmundus, doakanlah kami

Santo Damianus, doakanlah kami

Santa Dymphna, doakanlah kami

Santo Eustakius, doakanlah kami

Santa Corona dan Santo Viktor, doakanlah kami

Para kudus Allah, pelindung dari wabah dan penyakit, doakanlah kami. Amin.

 

Sumber:

SURAT EDARAN
GUGUS TUGAS PENANGANAN DAMPAK COVID-19 KAS
Nomor: 0490/A/X/2020-27

Tentang:

PANDUAN PERAYAAN LITURGI DAN PERIBADATAN
SERTA KEGIATAN PASTORAL LAINNYA
DALAM KONDISI “NEW NORMAL”

Masih suka belajar menulis;

masih juga suka ambil foto & video pakai HP jelek.

Sepasang Kupu-kupu

-Cerita Kecil-

Ketika aku berjalan di sawah, kulihat sepasang kupu-kupu terbang berkejaran. Tak berapa lama kemudian, mereka hinggap di sebuah dahan rumput liar. Aku bertanya dalam hati, “Apa gerangan yang menjadi percakapan mereka?” tidak ada suara. Keduanya diam. Hanya berkomunikasi dengan sayapnya. Satu membuka, mengepakkan sayap, lalu yang lain menjawab dengan membuka dan mengepakkan sayap juga. Apa gerangan yang dibicarakannya? Entahlah, aku bukan kupu-kupu. Tetapi rasa ingin tahuku menggerakkan tanyaku.

Aku lalu pandang mereka dalam diam. Hening menyelimuti persawahan di pagi ini. Hanya suara belalang yang kadang terdengar di semak-semak sekitarnya. Itu pun tak mengganggu sepasang kupu-kupu yang sedang asyik dalam diam.

Kupu-kupu yang terbang kesana kemari hanya mencari tempat perhinggapan yang nyaman. Atau mungkin, kupu-kupu yang terbang “ngalor ngidul, ngetan bali ngulon” (ke utara selatan, ke timur lalu ke barat) hanya sekedar memikat yang lain, agar bisa bersama hingga di bunga yang berdekatan sekedar menghisap madunya.

Pemandangan alam yang biasa itu indah di mata yang menangkapnya. Namun, bisa jadi kupu-kupu dianggap mengganggu juga bila hati tidak siap.

Ketika kupu-kupu masuk kamar, ada sebagian masyarakat yang mempercayai sebagai medium kehadiran saudara yang sudah meninggal. Maka, kadang kupu-kupu disambut hangat bagaikan tamu. Disapa sebagai saudara yang datang.

Bagi anak-anak, bermain dengan kupu-kupu itu menyenangkan. Karena ramahnya, anak-anak yang masih polos ingin menangkapnya. Kata-katanya dalam bahasa Jawa untuk menangkap kupu-kupu itu “incup” seperti dalam tembang anak-anak: “Kupu-kupu tak incupe, mung abure ngewuhake..(kupu-kupu kan kutangkap, namun terbangnya merepotkan)..” sebuah ungkapan keramahan dan sayang.

Namun, sesuatu yang indah dan menawan dari kupu-kupu juga menjadi lambang sesuatu yang malang. Istilah “kupu-kupu malam” memberi arti malang dan buruknya keindahan yang sekedar dinikmati sekejap dalam kegelapan dan keremangan. Bukankah keindahan nyata dalam terang? Segelap-gelapnya alam, apalah artinya tanpa secercah cahaya.

Sepasang kupu-kupu itu masih diam. Lalu kutinggal pergi seraya membawa gambaran indah. Intimitas yang makin dalam direguk dalam diam, bukan hiruk pikuk dunia yang kelam.

Aku kembali dalam diam sambil menikmati mandi mentari yang menghangatkan tubuh, dan membuat kulit semakin kelam.

Salam sehat
eMYe

-ditulis oleh eMYe-

Masih suka belajar menulis;

masih juga suka ambil foto & video pakai HP jelek.

Suket Teki

-Cerita Kecil-

“Suket Teki” (Rumput Teki)

Di kebun sayur ada banyak rumput teki. Bahkan tumbuhnya bisa lebih cepat daripada sayurannya. Kalau tidak rajin menyianginya, tanah yang sudah dicangkul akan cepat penuh dengan rumput liar itu.

Munculnya rumput itu sering bikin kecewa karena mengganggu pertumbuhan tanaman yang diharapkan bisa lebih berguna untuk dimakan.

Saking liarnya, saking mudah bikin kecewanya, sampai-sampai Didi Kempot almarhum pun mengambil metafor rumput teki dalam lagunya. Syairnya: “tak tandur pari, jebul thukule malah suket teki” (aku telah menanam padi, tetapi malahan yang tumbuh rumput teki). Sebuah gambaran kekecewaan dalam percintaan. Sudah banyak berbuat baik, mungkin juga sudah habis-habisan mencintai pacar, tetapi balasannya malah mengecewakan dan menyakitkan.

Itulah pengalaman sehari-hari kita. Bukan hanya soal percintaan, tetapi dalam pergaulan sosial kita. Kebaikan kita mudah sekali dibalas dengan kebencian dan pengkhianatan. Entah itu pemimpin, entah orang biasa, tentu pernah mengalaminya.

Memang “suket teki” itu tanaman yang jauh lebih kecil dibandingkan tanaman padi, apalagi sayuran. Namun biasanya, meskipun kecil, rumput itu bisa tumbuh banyak sekali.

Gambaran itu menunjuk pada penyakit iri dan kebencian yang mudah sekali tumbuh di hati manusia, dan mudah sekali menyebar. Meskipun kecil, rasa iri dan benci tetap menyakitkan. Butuh jiwa besar untuk menghadapinya.

Rumput teki yang kecil itu memiliki akar yang pahit. Bisa dipakai untuk obat katanya, menambah kekuatan dan daya tahan. Begitu pula kepahitan-kepahitan hidup yang kita alami setiap hari, bisa menjadi kekuatan kita menghadapi tantangan yang lebih besar.

Semoga di tengah tantangan besar wabah corona ini, kita tetap kuat meski kadang harus menghadapi perlawanan, kebandelan orang yang tidak disiplin diri. Tetap menebar kebaikan dengan berjarak dan setia pada anjuran yang berwenang akan bisa membantu melewati masa krisis ini.

Salam sehat.
eMYe

-ditulis oleh eMYe-

Masih suka belajar menulis;

masih juga suka ambil foto & video pakai HP jelek.

Ranting Tanjung Kering

-Cerita Kecil-

“Ranting Tanjung Kering”

Di taman ada pohon tanjung yang disukai burung-burung untuk bersarang. Bukan hanya burung yang suka, juga tupai-tupai pun kelihatan gembira karena buahnya yang kecil ada sepanjang tahun. Ketika pohon-pohon sekitarnya sudah tidak berbuah, pohon tanjung masih memberikan buahnya yang sangat kecil-kecil.

Pohon tanjung biasa ditempatkan di taman atau pelataran depan rumah, bukan hanya untuk perindang dan pengasri, tetapi bisa dipakai untuk menghadirkan lambang keramahtamahan (hospitality). Mengapa?

Kalau boleh dikeratabahasakan, tanjung itu “tresna jinunjung”. Maksudnya, bisa kita artikan tanaman itu menyambut setiap orang yang datang dengan menjunjung hormat, bukan permusuhan. Setiap orang yang datang disambut. Setelah merasakan disambut, setiap tamu yang hadir diharapkan krasan.

Begitu juga harapan bagi orang muda yang datang, bukan hanya krasan tetapi lalu terpikat hatinya menanggapi panggilan Tuhan untuk tinggal menjadi bagian dalam persekutuan dan perutusan yang sama.

Pagi ini tampak ada ranting pohon tanjung yang patah dan jatuh karena memang sudah kering. Padahal kayu tanjung itu termasuk kayu yang sangat keras. Toh demikian, begitu kering, ia pun patah.

Yang namanya ranting memang tidak bisa hidup lepas dari batang pohon. Begitu lepas, yah hanya menjadi kayu bakar.

Kiranya hidup kita pun tak ubahnya sebagai ranting. Hidup kita bergantung pada Sang Sumbernya. Lepas dari sumber itu, hidup kita tidak ada dayanya, dan layu lalu mati ditelan bumi.

Menyadari kenyataan itu, masa pandemi corona ini menjadi kesempatan kita untuk semakin dekat dan bersatu dengan Sang Pemberi hidup. Sewaktu-waktu hidup kita dicabut, dan bagai kayu kering rontok. Sebelum rontok, semoga masih bisa berbuah.

Seperti juga pohon tanjung, yang bisa melambangkan “hidup dijunjung”, selama masih bernafas, alangkah indahnya masih bisa saling menyanjung, menghormati dan berempati.

Adalah kesombongan belaka, kita mengatakan, “Aku tak butuh itu.” Sedingin-dinginya cinta, sekering-keringnya kasih sayang, pujian dan dukungan, perhatian dan bantuan, tetaplah masih perlu dihadirkan sebagai ungkapannya.

Ranting kering itu masih tergeletak di bawah pohon tanjung. Tupai masih berlari berkejaran di dedahanan. Kegembiraan masih ada meskipun si kering telah terjatuh tidak berdaya. Alangkah bahagianya ranting dan dahan yang masih bisa menjadi tempat bermain dan bercanda burung dan tupai di sana.

Bahagia itu memberi ruang hidup bagi sesama.

13 Mei 2020
Salam sehat
eMYe

-ditulis oleh eMYe-

Masih suka belajar menulis;

masih juga suka ambil foto & video pakai HP jelek.

Jangan Mencari Kekayaaan Namun Carilah Kesucian

Marto

Selama hidup saya, ada dua kesempatan dimana saya berada di tengah-tengah umat Paroki St. Isidorus Sukorejo. Sebelumnya, saya malang melintang bekerja di proyek pengairan Kulon Progo, karyawan PTPN XVIII, lalu sempat juga mengikuti program pemerintah transmigrasi ke Lampung pada tahun 1976 sampai 1984.

Pertama kali di Sukorejo, pada tahun 1969 sampai tahun 1976, saya bertugas sebagai koster Gereja St. Isidorus. Romo yang bertugas disana adalah Romo F. Knetsch, SJ dan dilanjutkan Rm. Aloysius Rochadi Pradjasuta, SJ. Hidup sebagai koster, saya sangat senang karena bisa tinggal di gereja, mengenal saudara-saudara yang seiman, ikut misa setiap pagi, dan jalan-jalan ke stasi dan wilayah. Selain melakukan tugas-tugas di gereja, saya juga bekerja sebagai tukang. Saya masih ingat, waktu itu turut serta dalam pembangunan gedung SD Kanisius Sanjaya(1). Kemudian di tahun 1976, saya sempat meninggalkan Paroki Santo Isidorus Sukorejo karena transmigrasi ke Lampung. Setelah beberapa tahun di Lampung kemudian saya kembali lagi ke Sukorejo.

Saya kembali lagi ke lingkungan Gereja saat Romo Mikhael Windyatmaka, SJ bertugas sebagai pastor paroki. Saat itu saya bukan lagi sebagai koster namun pekerja serabutan. Pekerjaan saya masih di seputar Gereja dan ikut membangun dan memperbaiki kapel yang ada di sekitar Sukorejo. Sejak mulai pertama bekerja sebagai koster, saya merasakan setiap hari selalu senang. Apalagi jika saya bertemu dengan romo yang sering memberi uang  yaitu Romo Knetsch dan Romo Prajasuta.

Saat saya bekerja sebagai tenaga serabutan setelah dari Lampung, romo yang bertugas juga sangat memperhatikan dan mempedulikan saya. Romo yang saya ingat waktu itu Romo Mikhael, Romo Yadi, Romo Roni, dan Romo Agus.  Saya tidak pernah mengalami duka karena saya nderek Yesus, nggih bungah mawon.”

Untuk umat Paroki Sukorejo, saya berharap semua bisa rukun, menjalankan misa dengan hormat, jika bisa silahkan mengikuti misa setiap pagi, jika tidak bisa silahkan mengikuti misa mingguan. Sesungguhnya dalam hidup ini kita jangan mencari kekayaan namun kesucian. Jika sudah tiba saatnya, kita bisa menghadap dengan tenang, “nderek Gusti saklawase.”

 

Sukorejo, 03 Agustus 2017

Bernadus Rajiman Marto Wiharjo

Pernah bekerja sebagai Koster dan pekerja lepas di Paroki Santo Isidorus Sukorejo

 

-diambil dari Buku Kenangan 90 tahun Paroki St. Isidorus Sukorejo-

Masih suka belajar menulis;

masih juga suka ambil foto & video pakai HP jelek.

Dananya dari mana?

Kapel St. Paulus Gebangan terletak di Kp. Baru RT. 1 RW. 3 Desa Gebangan Kec. Pageruyung Kab. Kendal, dibangun pada tahun 1982 oleh umat generasi pertama yang diprakarsai dan didanai oleh Bp. Suparmanyu seorang Sinder Kebun Afdeling Gebangan Kebun Sukomangli PTPN IX Nusantara pada waktu itu dengan Pastor Paroki Sukorejo Rm. Albanus Pramana Padmawardaya SJ. Kapel dengan ukuran 7 x 14 m tersebut menampung sekitar 50 KK yang dibaptis perdana tahun 1980 di Ngloji rumah dinas Bp. Suparmanyu. Dalam perjalanannya,  kapel tersebut mengalami beberapa kali renovasi dan penambahan ruangan. Namun dalam perkembangannya kondisi kapel makin memprihatinkan karena kurang mendapat perhatian dari umat. Hal seperti ini bisa dimengerti mengingat kondisi ekonomi umat setempat, sehingga  banyak umat yang keluar dari gereja dengan berbagai alasan, seperti ekonomi, perkawinan, politik, SDM dan lain-lain. Hal ini menjadi suatu keprihatinan yang mendalam bagi umat yang kini tinggal 40 KK.
Rupanya doa dan harapan umat akan kerinduan sebuah tempat ibadah yang pantas dan layak segera terwujud dengan disetujuinya permohonan renovasi Gereja St. Paulus Gebangan oleh Pastor kepala Paroki Sukorejo yaitu Rm. Ignatius Dradjat Soesilo, SJ pada tahun 2011, maka segera dilaksanakan peletakan batu pertama dengan prosesi yang dihadiri oleh umat, para tokoh umat non Katolik , Muspika dan Rm. Yohanes Agus Setiyono, SJ . Sejak saat itu pembangunan terus berlangsung, bahu membahu antara panitia dan umat, juga keterlibatan dari umat lain yang begitu antusias karena begitu besar harapan umat agar segera terwujud sebuah Kapel yang bagus. Meskipun dalam perjalanannya timbul pertanyaan-pertanyaan yang mengusik hati dananya dari mana? Status tanahnya belum jelas,  seperti apa kalau jadi? Kapan jadinya dan masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang lain. Seiring dengan bergeraknya waktu satu persatu pertanyaan itu terjawab, sungguh Roh Tuhan bekerja itu sungguh nyata. Kini telah berdiri sebuah kapel yang megah, semakin menjadikan umat intim dengan Allah dan memotivasi umat lain untuk membangun tempat ibadahnya.
Umat bersyukur pada Allah yang telah memberikan rahmat yang begitu melimpah sehingga pembangunan gereja dapat terwujud lewat orang-orang yang dipercaya seperti Rm. Ignatius Dradjat Soesilo, SJ, para donatur dan semua orang yang terlibat.
Semoga kehadiran Kapel St. Paulus ini menjadi berkat bagi sesama dan umat semakin memiliki iman yang mendalam dan tangguh.

BERKAH DALEM.

Antonius Sisworo

(diedit dari tulisan Bpk. Antonius Sisworo, 2012)

Masih suka belajar menulis;

masih juga suka ambil foto & video pakai HP jelek.

Umat Kini Menjadi Semangat dan Rajin Pergi ke Kapel

Umat kini menjadi semangat dan rajin pergi ke kapel,,,

Kapel Gemuh Singkalan pertama ada  sekitar tahun 80-an. Bangunan Kapel yang pertama berbahan kayu, beratap daun ilalang serta pagar dari anyaman bambu. Walaupun kapel sangat sederhana dan memprihatinkan tetapi umat tetap semangat dalam kegiatan menggereja.

Kapel yang kedua menumpang dirumah Bapak Kasmin (alm) karena Kapel yang pertama rusak. Walaupun hanya menumpang tetapi umat tetap bersemangat untuk pergi ke Kapel. Setelah itu umat kembali mempunyai inisiatif untuk membangun kapel, walaupun dengan material yang sangat sederhana. Material batu dan pasir kami ambil dari sungai “kalibodri” kemudian semen yang kami pakai dicampur dengan kapur putih, tetapi bangunan tersebut tidak tahan lama. Kemudian umat berinisiatif lagi untuk membangun kapel yang kokoh, meskipun umat hanya sebatas  bisa membangun pondasi saja. Pondasi juga hanya menganggur karena keterbatasan biaya untuk melanjutkan bangunan kapel.

Setelah itu datanglah Rm. M Windiatmoko, SJ ke Paroki St. Isidorus Sukorejo sebagai pastor paroki, barulah kapel Gemuh Singkalan mulai dibangun sekitar tahun 2000. Umat bersama Romo mulai membangun Kapel dengan segala keterbatasan yang mereka miliki.

Beberapa lama setelah bangunan jadi, cat dinding Kapel mulai memudar, tetapi umat tidak memiliki biaya untuk melakukan pengecatan ulang. Uang kas lingkungan juga pas-pasan untuk kebutuhan kapel. Setelah datangnya Romo Ignatius Dradjat Soesilo, SJ ke Paroki St. Isidorus Sukorejo, umat mempunyai inisiatif untuk merenovasi  kapel dserta memasang paving di samping kapel. Saya beserta bapak ketua lingkungan datang menemui Romo Dradjat. Kami dan Romo Dradjat bermusyawarah dengan umat untuk membahas hal tersebut. Akhirnya Romo menyetujui dan akhirnya kapel direnovasi.

Seluruh umat lingkungan Gemuh membantu tukang secara bergiliran entah itu wujud tenaga maupun makanan buat para tukang. Mereka sangat berantusias dengan proses renovasi kapel. Seluruh umat menyambut dengan senang hati dan gembira karena kapel telah selesai di renovasi

Umat mengucapkan banyak terima kasih kepada Romo Dradjat dan seluruh pihak yang telah membantu sehingga selesailah proses renovasi kapel Gemuh Singkalan, umat kini menjadi semangat dan rajin pergi ke kapel.

Terima kasih dan berkah dalem.

Ambrosius Suwandri

Tokoh Lingkungan

(diedit dari tulisan Bpk. Ambrosius Suwandri, 2012)

Masih suka belajar menulis;

masih juga suka ambil foto & video pakai HP jelek.

Paradok Cinta

 

Engkau katakan suci
Di tengah serbuan benci.
Aku bilang merah
Engkau katakan darah
Aku bilang kemarin
Engkau katakan hari ini ingkar.

Dunia manusia memang aneh
Yang satu menangis
Yang lain tertawa
Seorang sedang berduka
Lain orang mabuk berpesta.

Kulihat bintang tak indah berkedip
Di langit penuh polusi debu
Angin tak mampu menyibak
Dan pandangku tak mampu menembus
Tebalnya kabut debu di udara yang tebal.

Bila langit ada di hati manusia
Dan bintang-bintang itu nurani sahaja
Adakah mata yang mampu mengerti
Dalamnya gerak batinnya ?

Bila langit adalah wajah kita
Dan bintang-bintang adalah harapan cita
Adakah makhluk yang mengenal cinta
Yang harus dihidupi dalam luka ?

Aku harus bilang apa
Bila dunia terus mendera
Hingga ke ujung Golgota ?

Ah, paradoks cinta.

Cinta itu wajah kita yang terluka.

Cinta itu sepiring nasi dalam gubug yang sama.

Cinta itu curam dalam di ketinggiannya.

Cinta itu sederhana ketika orang masuk di dalamnya.

Cinta itu gamblang dalam kerumitan perasaannya.

Cinta itu merangkul untuk melepaskannya dengan merdeka.

Cinta itu mengikatkan diri untuk bebas terbang ke angkasa.

Cinta itu, betapa pun kecilnya, tak pernah sia-sia.

Cinta itu betapa pun tersembunyinya, nyata dalam perbuatannya.

Cinta itu betapa pun heboh perayaannya mengandung susah derita.

Jadi, rayakan saja apa adanya.

Selamat Hari Kasih Sayang!

 

-eMYe-

(ditulis oleh eMYe)

Masih suka belajar menulis;

masih juga suka ambil foto & video pakai HP jelek.

Taman Doa Keluarga Kesayangan Allah; apa sih?

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di berbagai bidang membawa begitu banyak perubahan kehidupan manusia di berbagai segi kehidupannya. Kehidupan keluarga-keluarga tidak dapat terlepas dari berbagai dampak perubahan tersebut. Ada banyak keluarga tidak dapat menikmati perkembangan itu, atau bahkan menjadi korban darinya. Keluarga pecah karena adanya tekanan sosial ekonomi yang berat, sistem kemasyarakatan yang mengagungkan sisi keduniawi-materialistis semakin memperparah wajah kemiskinan keluarga yang sudah minim dalam relasi kasih di antara mereka.

Pada sisi lain, banyak juga keluarga yang dapat berlayar dengan lancar dan bahagia di arus perubahan tersebut karena kokohnya tradisi nilai-nilai luhur dan mulia yang selalu dipegang kuat oleh setiap anggota keluarga yang ada, terutama karena adanya kemauan dan kesetiaan untuk mendasarkan hidup pribadi dan hidup bersama pada kasih manusiawi dan ilahi.

Pada tahun lalu, 2017, Paroki Santo Isidorus Sukorejo merayakan rangkaian pesta: 90 tahun baptisan pertama, 60 tahun menjadi paroki, 40 tahun adanya Asrama Manik Hargo, dan syukur telah terbangunnya gereja dan kapel di paroki, wilayah, dan lingkungan sebagai sarana berjemaah dan beribadat umat Allah. Rangkaian perayaan ini menyadarkan dan membangkitkan rasa “Syukur: Diutus Untuk Mewujudkan Peradaban Kasih” di dalam kehidupan bersama. Peradaban kasih akan dapat dimulai bila keluarga-keluarga hidup di dalam suasana kasih yang menyejahterakan, bermartabat, dan beriman mendalam. Oleh karena itu, umat Paroki berketetapan hati untuk mulai, melanjutkan, memantapkan diri untuk membangun “Keluarga Kesayangan Allah” seturut teladan Keluarga Kudus Tuhan Yesus, Bunda Maria, dan Santo Yusup.

Sebagai tanda kesungguhan dan ketetapan niat ini, umat Paroki Santo Isidorus hendak membangun suatu “Taman Doa Keluarga Kesayangan Allah”. Dari dan di taman doa ini, baik secara pribadi maupun dalam kebersamaan, setiap anggota keluarga menyadari kembali dan bersyukur atas kehadiran kasih Allah di setiap peristiwa kehidupan keluarga. Di taman doa ini, anggota keluarga dapat memohon agar keluarganya menjadi keluarga kesayangan Allah, sebagaimana Keluarga Kudus yang hidup damai dan bahagia. Semoga Taman Doa Keluarga Kesayangan Allah juga menjadi sarana perwujudan dan pewartaan peradaban kasih di dalam kehidupan seluruh keluarga manusia, keluarga anak-anak Allah.

Semoga kehendak suci Allah, sebagaimana diwartakan oleh Kristus dan GerejaNya,  untuk menjadikan setiap manusia anak Allah di dalam Kristus dapat terwujudnyatakan. Marilah kita wujudkan suatu peradaban kasih, yang ditandai  dengan bahwa setiap keluarga tumbuh dan berkembang sebagai keluarga kesayangan Allah di dalam kehidupan ini.

Masih suka belajar menulis;

masih juga suka ambil foto & video pakai HP jelek.