-Cerita Kecil-
“Suket Teki” (Rumput Teki)
Di kebun sayur ada banyak rumput teki. Bahkan tumbuhnya bisa lebih cepat daripada sayurannya. Kalau tidak rajin menyianginya, tanah yang sudah dicangkul akan cepat penuh dengan rumput liar itu.
Munculnya rumput itu sering bikin kecewa karena mengganggu pertumbuhan tanaman yang diharapkan bisa lebih berguna untuk dimakan.
Saking liarnya, saking mudah bikin kecewanya, sampai-sampai Didi Kempot almarhum pun mengambil metafor rumput teki dalam lagunya. Syairnya: “tak tandur pari, jebul thukule malah suket teki” (aku telah menanam padi, tetapi malahan yang tumbuh rumput teki). Sebuah gambaran kekecewaan dalam percintaan. Sudah banyak berbuat baik, mungkin juga sudah habis-habisan mencintai pacar, tetapi balasannya malah mengecewakan dan menyakitkan.
Itulah pengalaman sehari-hari kita. Bukan hanya soal percintaan, tetapi dalam pergaulan sosial kita. Kebaikan kita mudah sekali dibalas dengan kebencian dan pengkhianatan. Entah itu pemimpin, entah orang biasa, tentu pernah mengalaminya.
Memang “suket teki” itu tanaman yang jauh lebih kecil dibandingkan tanaman padi, apalagi sayuran. Namun biasanya, meskipun kecil, rumput itu bisa tumbuh banyak sekali.
Gambaran itu menunjuk pada penyakit iri dan kebencian yang mudah sekali tumbuh di hati manusia, dan mudah sekali menyebar. Meskipun kecil, rasa iri dan benci tetap menyakitkan. Butuh jiwa besar untuk menghadapinya.
Rumput teki yang kecil itu memiliki akar yang pahit. Bisa dipakai untuk obat katanya, menambah kekuatan dan daya tahan. Begitu pula kepahitan-kepahitan hidup yang kita alami setiap hari, bisa menjadi kekuatan kita menghadapi tantangan yang lebih besar.
Semoga di tengah tantangan besar wabah corona ini, kita tetap kuat meski kadang harus menghadapi perlawanan, kebandelan orang yang tidak disiplin diri. Tetap menebar kebaikan dengan berjarak dan setia pada anjuran yang berwenang akan bisa membantu melewati masa krisis ini.
Salam sehat.
eMYe
-ditulis oleh eMYe-